Belajar Dan Berbagi Informasi Dunia Pelayaran

Instituti Pada Pelabuhan

  1. Dahulu di pelabuhan-pelabuhan besar terdapat 4 (empat) institusi yang melaksanakan fungsi pemerintahan di pelabuhan yaitu :
    1. Administrator Pelabuhan;
    2. Kesyahbandaran;
    3. Detasemen KPLP;dan
    4. Distrik Navigasi
    Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda di pelabuhan terdapat 2 (dua) institusi yang mempunyai peran dan fungsi yang berbeda yaitu :
    1. Haven Direktie, yang mengoperasikan jasa fasilitas pelabuhan.
    2. Haven Meester, yang melaksanakan dan mengawasi keselamatan kapal dan pelayaran.
    Pada masa ini berdasarkan Haven Reglement 1925 Syahbandar (Haven Meester) bertindak selaku Kepala Pemerintahan di Pelabuhan.
    1. Dalam perkembangannya pada tahun 1954 institusi di pelabuhan menjadi :
      1. Jawatan Pelabuhan; dan
      2. Syahbandar
      3. Fungsi dari Jawatan Pelabuhan dan Syahbandar sama dengan pada masa Pemerintahan Hindia Belanda.
    2. Pada tahun 1960, institusi pelabuhan menjadi :
      1. PN. Pelabuhan;
      2. Syahbandar;dan
      3. Inspeksi Pelayaran Ekonomi
      Pada masa itu di Pusat dibentuk Jawatan Pelayaran Ekonomi dan di daerah terdapat Inspeksi Pelayaran Ekonomi yang bertugas mengatur keseimbangan lalu lintas kapal dan muatan. Sementara pada masa Pemerintahan Hindia Belanda dan tahun 1954 lalu lintas dan muatan belum diatur.
    3. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 1964, institusi di pelabuhan berubah menjadi Penguasa Pelabuhan (Port Authority) dimana Komandan Port Authority dijabat oleh Syahbandar Ahli dan Syahbandar Muda menjadi Inspeksi Keselamatan Pelayaran.
    4. Disamping itu, PN. Pelabuhan menjadi Staf Service di Port Authority sedangkan Inspeksi Pelayaran Ekonomi menjadi Staf Operasi pada Port Authority dengan sebutan Inspeksi Pelayaran Niaga/Traffic. Komandan Port Authority juga merangkap sebagai Kepala Daerah Pelayaran. Di Indonesia terdapat 9 (sembilan) Kepala Daerah Pelayaran yaitu Kepala Daerah Pelayaran I berkedudukan di Medan, Kepala Daerah Pelayaran II berkedudukan di Dumai, Kepala Daerah Pelayaran III berkedudukan di Tanjung Priok (Jakarta), Kepala Daerah Pelayaran IV berkedudukan di Tanjung Perak (Surabaya), Kepala Daerah Pelayaran V berkedudukan di Banjarmasin, Kepala Daerah Pelayaran VI berkedudukan di Makassar (Ujung Pandang), Kepala Daerah Pelayaran VII berkedudukan di Bitung (Manado), Kepala Daerah Pelayaran VIII berkedudukan di Ambon, dan Kepala Daerah Pelayaran IX berkedudukan di Jayapura. Inspeksi Pelayaran Ekonomi yang disebut juga Inspeksi Pelayaran Niaga/Traffic bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan lalu lintas kapal, barang/muatan dan orang dari dan ke pelabuhan.
    5. Pada tahun 1969, berdasarkan PP No. 1 tahun 1969 PN. Pelabuhan berubah menjadi Badan Pengusahaan Pelabuhan (PN. Pelabuhan dalam likuidasi) yang dipimpin oleh Administrator Pelabuhan yang juga merangkap selaku Kepala Pemerintahan di Pelabuhan yang ditunjuk sebagai Pimpinan Umum. Pada masa ini fungsi Syahbandar mulai berkurang dan hanya berfungsi sebagai Inspeksi Keselamatan Pelayaran.
    6. Berdasarkan PP No. 11 tahun 1983, fungsi pemerintahan di pelabuhan dipisahkan dengan fungsi pengusahaan dimana fungsi pemerintahan dilaksanakan oleh Adpel selaku Koordinator instansi Pemerintah dan Pengusahaan sedangkan fungsi pengusahaan dilakukan oleh Perum Pelabuhan I s/d IV. Dalam Adpel terdapat bagian Traffic dan bagian Kesyahbandaran. Peran dan fungsi Syahbandar sudah mulai berkurang lagi.
    7. Pada tahun 1984, dalam rangka mengurangi biaya tinggi dikeluarkanlah Inpres No. 4 tahun 1985 dimana terdapat 4 (empat) Adpel Pelabuhan Utama yaitu Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Ujung Pandang. Keempat Adpel Pelabuhan Utama tersebut dipimpin oleh seorang Adpel yang berpangkat Kolonel yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri. Peran dan fungsi Syahbandar semakin berkurang.
      Pada masa ini terdapat 9 (sembilan) Kanwil Perhubungan Laut yang wilayahnya sama dengan Kepala Daerah Pelayaran.
    8. Pada tahun 1988, Menteri Perhubungan dijabat oleh Ir. Azwar Anas mantan Gubernur Sumatera Barat. Beliau merubah organisasi Kanwil Perhubungan Laut menjadi Kanwil Perhubungan yang berkedudukan di setiap ibukota Propinsi. Dalam Kanwil Perhubungan terdapat Bidang Laut, Udara, Darat dan Telkom disamping Bidang Perencanaan dan Bagian Tata Usaha. Peran dan fungsi  Syahbandar semakin mengecil lagi.
    9. Pada tahun 1991, berdasarkan PP No. 56, 57, 58 dan 59 Perum Pelabuhan berubah menjadi PT. (Persero) Pelabuhan I s/d IV. Aturan ini mengakibatkan semua kewenangan yang ada di Perum Pelabuhan I s/d IV beralih ke PT. (Persero) Pelabuhan I s/d IV tanpa ada perubahan tentang hak dan kewajiban selaku Perseroan Terbatas sehingga terjadi campur aduknya kewenangan Pemerintahan dan Pengusahaan di Pelabuhan.
    10. Organisasi-organisasi di lingkungan Departemen Perhubungan dan UPT senantiasa mengalami perubahan tanpa suatu konsep yang jelas disesuaikan dengan kebutuhan kelembagaan. Terakhir, berdasarkan PP No. 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, Menteri Perhubungan mengeluarkan Keputusan No. 62 tahun 2002 yang mengatur tentang Organisasi dan Tata kerja Administrator Pelabuhan dimana di dalam Adpel terdapat Bidang Lalu Lintas Angkutan Laut dan Pelabuhan, Bidang Penjagaan dan Penyelamatan, dan Bidang Kelaiklautan Kapal.

      Fungsi Kesyahbandaran dilaksanakan oleh Seksi Kesyahbandaran yang berada di bawah Bidang Penjagaan dan Penyelamatan. Pada masa inilah peran dan fungsi Syahbandar menjadi kabur, karena dilakukan oleh seorang Kepala Seksi dengan standar kompetensi yang tidak jelas.

      Dengan kondisi kelembagaan Kesyahbandaran yang menjadi sangat kecil dengan kewenangan yang tidak jelas tersebut, maka penanganan terhadap masalah keselamatan pelayaran menjadi tidak penting.

      Terlihat dari sejarah bahwa perubahan dari kewenangan suatu institusi tidak didasari atas penjabaran visi, misi, peran dan fungsi dari organisasi di pelabuhan, akan tetapi yang terjadi adalah bahwa institusi dibuat terlebih dahulu untuk mengakomodasikan kepentingan yang tidak didasari oleh konsepsi.
  2. Analisa terhadap perlunya pembenahan institusi di pelabuhan

    Dengan carut marutnya penanganan terhadap peran dan fungsi institusi di pelabuhan maka banyak kecelakaan yang terjadi tanpa ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab untuk menanganinya (lihat lampiran 1). Oleh karena itu perlu diadakan pembenahan kembali terhadap peran dan fungsi institusi di pelabuhan sesuai dengan peraturan yang ada dan yang pernah ada (lihat lampiran 2).
  3. Saran Pemecahan Masalah
    Prinsip-prinsip pembenahan institusi di pelabuhan adalah sebagai berikut :
    1. Perlu adanya pemisahan yang tegas antara fungsi pemerintahan (regulator dan fasilitator) dengan fungsi pengusahaan (operator) yang dibedakan menjadi :
      1. Regulator dan Fasilitator menjalankan fungsi penyelenggara pelabuhan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam institusi Otorita Pelabuhan yang didalamnya terdiri dari wakil Pemerintah Pusat, wakil Pemerintah Propinsi, wakil Pemerintah Kabupaten/Kota, Stakeholders, para ahli diBidang yang berhubungan dengan Pelabuhan, pakar kebijakan dan pakar hukum. Dalam pelaksanaan tugasnya Otorita Pelabuhan mendapatkan pengawasan dari Dewan Pelabuhan yang anggotanya merupakan wakil-wakil dari Pemerintah.
      2. Regulator dan Fasilitator menjalankan fungsi pengawasan dan terlaksananya seluruh aturan baik Nasional maupun Internasional yang telah diratifikasi dalam Bidang Keselamatan dan Keamanan oleh institusi Kesyahbandaran. Syahbandar merupakan kuasa dari Undang-Undang terutama yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan maritim.
      3. Operator menjalankan fungsi pengusahaan terminal dan fasilitas jasa pelabuhan lainnya yang dilaksanakan oleh Operator Terminal dan Operator Jasa Fasilitas Pelabuhan lainnya yang sesuai dengan ijin usahanya. Operator Terminal dan Operator Jasa Fasilitas Pelabuhan lainnya merupakan institusi yang berorientasi pada profit.
    2. Fungsi pemerintahan di pelabuhanan (regulator dan fasilitator) terdiri dari :
      1. Otorita Pelabuhan yang mempunyai kewajiban :
        1. merencanakan, menyediakan, memelihara dan mengembangkan infrastruktur dan suprastruktur  kepelabuhanan;
        2. merencanakan dan mengatur peruntukan lokasi kegiatan-kegiatan usaha sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan, fasilitas-fasilitas pendukung di luar pelabuhan;                           
        3. merencanakan dan menyusun area fasilitas pendukung kegiatan pelabuhan;
        4. mengusulkan area pergudangan, lapangan penumpukan dan kawasan industri diluar daerah pelabuhan kepada Pemerintah Daerah;
        5. menyusun aturan sistem informasi pelayanan pelabuhan;        
        6. menyediakan fasilitas pengelolaan limbah di pelabuhan yang dapat menjamin kelestarian dan keselamatan lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
        7. menyediakan fasilitas bunkering dan air bersih;  
        8. menyediakan sarana penanggulangan kebakaran, tumpahan minyak dan penanganan kondisi darurat;     
        9. menyediakan fasilitas umum dan fasilitas sosial kebutuhan masyarakat di pelabuhan;
        10. melaksanakan kebersihan pelabuhan;     
        11. melaksanakan koordinasi kerja dengan semua pihak terkait untuk ketertiban, keamanan dan kelancaran pelayanan pelabuhan;
        12. melaksanakan pengamanan terhadap asset yang dimiliki di pelabuhan;                    
        13. memelihara kedalaman kolam pelabuhan untuk keselamatan pelayaran;                                   
        14. melaksanakan supervisi pembangunan fisik dan pengoperasian teknis;                              
        15. menyampaikan laporan bulanan kepada Pemerintah mengenai seluruh aktivitas di pelabuhan;
        16. menyusun dan mengawasi pelaksanaan sistem pemberian penghargaan dan denda terhadap kinerja  Operator Terminal dan Operator Jasa Fasilitas Pelabuhan;                                   
        17. melakukan pungutan jasa pelayanan kepelabuhanan;
        18. melakukan pembenahan terhadap operator dan pengoperasian terminal, serta Operator dan pengoperasian Jasa Fasilitas Pelabuhan; dan               
        19. melakukan konsultasi dengan Dewan Pelabuhan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelabuhan.      
      2. Syahbandar yang mempunyai kewajiban :
        1. sebagai kepala pemerintahan di pelabuhan        
        2. sebagai koordinator fungsi-fungsi pemerintahan di pelabuhan;  
        3. menyelesaikan hambatan-hambatan teknis yang terjadi di pelabuhan;                    
        4. melakukan penahanan terhadap kapal di pelabuhan atas perintah pengadilan;
        5. sebagai penyidik atas pelanggaran dan/atau tindak pidana di pelabuhan;                          
        6. mengeluarkan ijin kegiatan di fasilitas pelabuhan dan terminal;
        7. mengeluarkan Surat Ijin Berlayar (SIB);
        8. melaksanakan pendaftaran kapal, pengesahan perjanjian kerja laut, sijil awak kapal dan legalisasi jurnal (log book) kapal;              
        9. menyusun sistem dan prosedur Port Clearance in/out;  
        10. melaksanakan pengawasan, penertiban dan penegakan hukum di pelabuhan;           
        11. membina keselamatan dan keamanan sesuai hukum Nasional dan Internasional  yang berlaku;                                             
        12. membina perlindungan lingkungan  di pelabuhan;          
        13. mengendalikan penanganan musibah di pelabuhan dan di sekitar perairan pelabuhan;
        14. melaksanakan investigasi kecelakaan-kecelakaan di pelabuhan;
        15. melaksanakan fungsi pengawasan negara pelabuhan sesuai konvensi-konvensi Internasional  yang berlaku dipelabuhan;
        16. menyelenggarakan sistem informasi lalulintas kapal;               
        17. sebagai superintenden pandu;                        
        18. melaksanakan fungsi-fungsi lain yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;                        
        19. melaksanakan pengawasan operasional penegakan hukum di  pelabuhan; dan
        20. melakukan pungutan atas pelayanan jasa kepelabuhanan sebagai pendapatan negara bukan pajak
      3. Bea Cukai;
      4. Imigrasi; dan
      5. Karantina.
      6. Tugas pokok, wewenang dan fungsi instansi Bea cukai, Imigrasi dan Karantina dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal-hal yang menyangkut tugas, wewenang dan fungsi instansi Bea Cukai, Imigrasi dan  Karantina di pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri, dilaksanakan oleh pejabat-pejabat pemerintah di Bidang yang bersangkutan, dikoordinasikan oleh Syahbandar. Syahbandar sebagai Kepala Pemerintahan dan juga merupakan koordinator Pejabat Pemerintah di pelabuhan karena dokumen kapal (surat-surat kapal dan sertifikat kapal) yang termasuk di dalamnya Crew List diserahkan kepada Syahbandar (menurut kuasa Undang-Undang Haven Reglement 1925 dan Konvensi Internasional antara lain SOLAS 1974/1978) sampai kapal mendapatkan Surat Ijin Berlayar dari Syahbandar.  Surat Ijin Berlayar tidak dapat dikeluarkan sebelum semua urusan instansi dan utang piutang terhadap jasa pelabuhan telah diselesaikan. Seluruh pejabat di institusi pemerintah di pelabuhan diharuskan memenuhi persyaratan sesuai dengan standar kompetensi yang masih harus dibuat. Oleh sebab itu Pemerintah sebaiknya mempunyai mitra yang bersifat independent regulatory body sehingga Pemerintah mempunyai pedoman, standar dan kriteria yang jelas. Selama masa transisi, sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi mendekati pedoman, standar dan kriteria harus di berikan pendidikan dan pelatihan secara khusus (crash programme). Independent regulatory body di bidang transportasi ini tidak hanya menangani isu-isu keselamatan dan kecelakaan transportasi tetapi juga harus memberikan konsep dan usulan kebijakan yang nyata dalam Bidang Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya dan Hankam yang mempengaruhi pembangunan infrastruktur untuk transportasi. Diusulkan namanya ”Komite Transportasi Nasional” yang beranggotakan Pemerintah, Stakeholders, Tenaga Ahlli Hukum dan Kebijakan, serta Tenaga Ahli di bidang transportasi darat, laut dan udara. Komite Transportasi Nasional ini harus merumuskan kebijakan dalam bentuk pedoman, standar dan kriteria yang berhubungan dengan isu transportasi darat, laut dan udara. Pada kenyataannya transportasi laut dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dipisahkan dengan transportasi darat dan udara. Sebagai catatan, peran dan fungsi dari Administrator Pelabuhan tidak dihapus, akan tetapi Administrator Pelabuhan menjadi bagian dari Otorita Pelabuhan (melebur). Adapun pedoman, standar dan kriteria dari struktur kelembagaan Otorita Pelabuhan masih harus dirumuskan oleh Komite Transportasi Nasional bersama Pemerintah sehingga pembentukan Otorita Pelabuhan di setiap Pelabuhan mengacu pada ketentuan tersebut. Pelindo seperti juga Adpel tidak perlu khawatir akan kehilangan assetnya, karena Pelindo beserta seluruh asset dan SDMnya menjadi Operator Terminal dan Operator Jasa Faslitas Pelabuhan lainnya sesuai dengan asset yang telah dipunyai. Hal ini sejalan dengan kelembagaan di Migas (Pertamina dan BP Migas), kelembagaan di jalan raya (Jasa Marga dan Badan Pengaturan Jalan Tol) dan kelembagaan di Telkom (Telkom dan Badan Pengaturan Informasi dan Telekomunikasi). Pelindo dengan pengalamannya, dapat menjadi Operator Terminal dan Operator Jasa Fasilitas Pelabuhan yang handal. Perubahan yang diusulkan adalah agar supaya peran dan fungsi regulator dikeluarkan dari Pelindo dan dikembalikan kepada Pemerintah karena pada dasarnya Pelindo sudah menjadi Badan Hukum Indonesia berupa Perseroan Terbatas (PT) yang secara hukumnya harus mengikuti peraturan dan kebijakan dari Perseroan Terbatas (PT).

Related : Instituti Pada Pelabuhan

0 komentarmu:

Post a Comment

Tata Tertib Berkomentar :

* Tidak boleh mencantumkan link apapun ke dalam komentar.
* No SARA
* Tidak menggunakan kata yang menyinggung perasaan orang lain
* Silahkan Utarakan Pertanyaan Yang ada hubungannya dengan Postingan atau pertanyaan Umum Masuk ke Contact Form